Laman

Sunday 28 September 2014

Sudah, jangan takut!

Jangan pernah takut kau tak mampu membahagiakan aku kelak saat kita bersama. Dengan membayangkan bahwa aku akan tumbuh bersamamu saja sudah sangat menyenangkan.
Kita bisa pergi kemanapun sesuka kita. Kau dan aku sama-sama menggilai travelling kan?
Pasti tak susah untuk mencari kebahagiaan pada dirimu.

Masih lama kah di luar?

Jadi, sudah berapa ribu langkah yang kamu buat saat berada jauh dariku?
Dan apa saja yang kamu lakukan di sana?
Aku menghitung waktu navigasimu ternyata lama sekali, Tuan. Padahal aku sudah sejak dulu  di depan pintu menunggu kepulanganmu.

Saturday 27 September 2014

Tuan.

Pada ruang sajakku, aku menemukanmu terjaga dalam rabunku.
Lantas pada bentang pandangku, aku melihat bulan karam di matamu.
Saat kau hentakkan kaki pun tak pernah kau temui dasar.
Rindu ini menumpuk, semakin menebal, menggagas kebekuanmu, Tuan.

--

Dibangunkan rindu.

Lagi-lagi rindu ini membangunkanku.
Membawa pada ibadah panjang.
Megamu sungguh menyihir, Tuan.
Membuat mata basah demi segala rasa yang menengadah.

Menulislah.

Menulislah seperti kau sedang candu. Barangkali yang tak sempat terlisankan itu bisa tersampaikan dengan lebih baik melalui huruf-hurufmu.

Menulislah sekalipun kau dikata penakut untuk berucap. Karena kau lebih memilih menghormati jarak daripada melanggar aturan Tuhan.

Menulislah jika itu mampu membuatmu bahagia dalam kebekuan yang menggigit. Tulisan mampu menyatukan emosimu. Membuatmu riang bercakap dengannya dalam deretan kata. Meskipun nyatanya kalian sama-sama membisu. Atau kamu mungkin yang terlalu perasa?

Dan aku tau juga; Menulislah meskipun tak pernah dibaca olehnya.

Berlarilah! Namun sebatas dalam pikiranku saja.

Pada bait-bait kerinduan yang aku tulis malam ini, ada keinginan kuat untuk menyapamu. Aku sangat ingin tau sedang apa kamu di sana. Atau sekedar menanyakan kabar hatimu, mungkin. Tapi aku urungkan lagi. Aku kembali menyelimuti diri dengan tumpukan malu yang aku ciptakan sendiri. Kan aku sudah bilang kalau kita butuh saling menjauh untuk sementara waktu ini. Masa iya aku duluan yang mengatakan kalau aku rindu? Ah, tidak. Gengsi dong.

Aku hanya berani gila merinduimu di belakang. Dari sini. Dari kejauhan. Licik kan? Memang.
Meski aku sendiri tak yakin dengan kata-kataku untuk meminta jarak dan menjeda komunikasi kita, karena ya sekali lagi, rindu ini selalu bermuara padamu, Tuan.

Aku selalu membiarkan pikiranku berlari-lari padahal aku sudah sangat kelelahan. Aku biarkan dirimu bebas berlari kesana kemari hanya dalam pikiran saja. Karena jika aku lepaskan pada dunia nyata, mungkin ceritanya tak akan seindah imajinasiku. Aku membahagiakan diriku sendiri dengan syair-syair cinta yang aku ramu.

Aku selalu diingatkan mereka, kawan-kawanku, agar selalu yakin untuk mempertahankanmu. Mereka sebegitu percayanya bahwa kamu yang paling baik untukku. Bahwa nanti kamu akan datang ke rumahku dan menemui orang tuaku. Bahwa aku hanya perlu lebih bersabar menunggumu untuk memintaku. Aku tertawa tiap mereka menggoda dan menyebut-nyebut namamu dalam berbagai hal yang aku lakukan. Aku tak menjawab apapun di depan mereka selain mengamini doa itu.

Tapi kemudian aku diam.

Dan setelah itu mataku basah pada bentangan sajadah panjangku.

Aku hanya merasa terlalu bodoh jika masih berani memimpikanmu, padahal sebenarnya aku tak pantas.

Friday 26 September 2014

Jadilah Pemilih yang Baik

Pasti ada satu fase dimana kamu akhirnya memilih seorang wanita yang akan menemanimu menghabiskan sisa waktu denganmu. Kamu pasti akan tiba pada satu pemberhentian setelah lama mencari tulang rusukmu yang hilang. Dan pasti kamu akan menjalani satu masa dimana kamu benar-benar ingin menikahinya. Menjadi pasangan yang manis, membesarkan anak-anakmu menjadi jundi-jundi kecil menggemaskan dan hebat nantinya, menjadi orang tua yang baik, hingga sampai pada masa menua bersama.

Thursday 25 September 2014

Mulai Senja

Mulai Senja

Hiruk pikuk semakin sibuk saja
Diingatkan jika sebentar lagi waktu menjeda
Tingkah mendadak tergesa
Hari akan habis segera

Namun ada yang begitu cinta senja
Menggilai meski hanya duduk sendiri menantang waktu padanya
Menunggu seolah sudah tak ada lagi jumpa
Senja itu sejenak sementara dia sudah labuhkan semua asa

Senja menuntun orang pulang ke rumah
Senja menutup perpisahan yang sudah lama
Meski berjauhan hanya sebatas hitungan pagi
Senja yang akhirnya menawan jutaan kerinduan dalam satu cawan

Dan senja itu adalah kamu
Dengan berbagai definisi pada tiap frasanya
Juga pada banyak pagi yang sudah lalu
Kini kamu sudah mulai senja

Maka jadilah senja yang hebat
Pendidik hati menjadi lebih kuat
Di sana nanti kau temui yang mengikat
Yang mengantarkanmu jika bertahun ke depan malammu sudah tiba

Jadilah senja yang tak hanya sayu
Datang untuk semu
Hanya mewarna abu
Yang meninggalkan dan hanya senang ditunggu

Senja itu meneduhkan
Dan pada kegundahan
Jadilah yang meredakan



(Malang, 19 September 2014)
"Selamat ulang tahun. Terima kasih sudah mau menunggu bertahun-tahun ini. Saya sudah pulang lagi. :')"

Sajak "Kau Harus Tahu" oleh Tere Liye

Langit dan bumi tidak pernah menyatu,
tapi ketika hujan, mereka bisa bersatu erat saling bercengkrama begitu indah atas setiap tetesnya.
Amat mesrah saling menyapa.

Kau harus tahu
Lautan dan matahari tidak pernah menyatu,
tapi ketika sunset, matahari tenggelam dikaki langit sana, maka garis horizon laut memeluk erat sang matahari.
Untuk besok berjanji kembali akan bersua.
Di sini, di tempat yang sama, di waktu terjanjikan.

Kau harus tau

Bulan dan permukaan kolam jauh saja letaknya tapi saat purnama, tataplah permukaan kolam yang tenang.
Maka bulan persis berada di dalam relung hatinya.
Memantulkan bayangan begitu anggun, kebersamaan singkat yang mempesona.

Maka,

Apalagi kita?
Manusia yang tinggal di tanah yang sama.
Kisah cinta kita bisa begitu spesial.
Di tangan orang-orang yang bersabar dan senantiasa tahu batasnya.
Sungguh percayalah..

Tuesday 19 August 2014

Jika Nanti Saya Kalah.

Hari ini saya tersentak dengan satu hal yang tiba-tiba membuat saya menangis. Bukan hal yang besar. Namun, hanya karena satu tulisan saja. Entah kenapa saya sampai setakut ini. Mungkin saya takut kehilangan. Iya, sangat takut kehilangan. Pun pada sesuatu yang belum menjadi milik saya.